Klub Jahil

Kawan, ini adalah salah satu cerpenku yang pernah dimuat di Indonesia. Bagi yang belum mendapatkan korannya, ini adalah cerpennya. Tanggal 2 Juni 2013. Judul aslinya adalah Smart Prank Master. Namun, editor mengubahnya menjadi Klub Jahil. Mungkin juga ada isi cerita yang telah di-edit. Nah, ini versi aslinya. Semoga suka :)


   KRIIING! Bel pulang sekolah berbunyi. Anak-anak yang sudah bercucuran keringat itu berhamburan keluar kelas, untuk pulang tentunya! Setelah melalui ulangan Bahasa Jawa dan Matematika yang menyusahkan hari ini.
   Aku menggendong tasku yang sangat berat dan ukurannya juga besar tentunya. Untung aku termasuk bertubuh tinggi dan besar. Lihat saja! Beratku 43 kilogram dan tinggiku 154 cm! Hehehe.. Tidak seperti teman-temanku yang kecil, mereka seperti mau ditimpa tas mereka sendiri.
   “WUAHAHAHAHAH!!!” Terdengar suara tawa yang sedikit mengagetkan. Dan suara itu disambut suara anak-anak cekikikan, mereka berlima berjalan dan tertawa hingga suaranya menggema. Aku tahu pasti apa yang terjadi… pastinya aku juga akan ikut terkikik sendiri.. hahahaha!
   Aku menoleh kebelakang, tampak kelima teman-temanku berjalan mau mendekatiku. Aku tersenyum. Wajah mereka terlihat seperti mendapat IDE!
   “Apa sih?” tanyaku singkat.
   “Kamu sudah tahu kok jawabannya!” jawab Sharon, masih sambil tertawa.
   Ahhhh, iya! Kalau sudah begitu, pasti mereka mendapat kenakalan baru.. Heboh juga hari ini!
   Ya, kami adalah VaRAByASha Six, singkatan dari Vava, Rito, Alison, Salshabyla, Austin dan Sharon. Kami adalah enam sahabat yang sangat jahil. Untungnya, kami memiliki banyak prestasi di sekolah. Jadi, guru-guru tidak mempermasalahkan kenakalan kami. Lagi pula, kenakalan kami masih wajar kok! Kami juga tidak pernah menyakiti teman dan baik kepada sesama. Oh iya! Selain di bidang akademik, dari sekian banyaknya bidang non-akademis yang kami mampu, kami juga menguasai bidang kejahilan lho.. hehehe…
   Aku masih sangat penasaran. “Iya.. tapi kejahilan apa lagi..??” Ucapku dengan nada terburu-buru.
   “HUSH!! Jangan keras-keras doonggg! Nanti ketahuan lo!” kata Rito pelan.
   Vava angkat bicara, “Gini lho Al, Rito punya kumpulan nomor-nomor asing dan kita juga harus ikut mengumpulkannya. Misalnya nomor tempat les atau jual rumah. Atau buat nomor-nomor yang kira-kira aman untuk dicoba, asal tidak nomor luar negeri lho.. nanti, kita akan menelponnya dan akan berakting salah sambung tapi narsis kepada orang itu lewat telepon, lalu, kalau sudah, kita beri tahu dia bahwa kita kerjainnn!” katanya panjang lebar.
   “Iyaaaa! Gimana Al?” Salsha meminta pendapatku, aku menangguk senang. Dunia ini rasanya sangat menyenangkan!
   “Oh! Aku punya ide, bagaimana kalau kita gabungkan setiap angka dari satu nomor yang kita punya?” ujarku.
   Austin tampak seperti berfikir sebentar. “Hmmm… boleh juga?” katanya, “Kalau begitu, kita kumpulin nomornya secepatnya, kita rancang besok. Oke?!”.
   “SIIIP!!” kata VaRaByASha Six berbarengan.
   “Okey! Kalau begitu, ketemu besok yaaa! Pasti mamaku udah nungguin sejak tadi di gerbang! Daaah!” ucapku. “Daaaah!!!”.
   Di rumah, aku menemukan sebuah brosur tempat lesku. Disitu, tertera kontaknya. Ada nomor telepon yang sangat menarik perhatianku. Aku segera membawa brosur itu ke kamar. Aku mulai mengutak-atiknya supaya lebih menarik dan ada yang memiliki nomornya.
   “Hmmm… 081554329874 bisa jadi… 081445923478. Baguslah, catat dulu ahh..” gumamku. Aku merobek secarik kertas dari notebook miniku. Lalu, aku menuliskan nomor itu. Aku sudah tidak sabar mengerjai orang!
   Tiba-tiba, aku mengantuk. HOAAAM!!! Dan aku pun tertidur lelap.
   Keesokan harinya..
   “HOAAAM.. masih ngantuk,” kataku malas. Aku masih mau menarik selimutku lagi. Udara pagi yang menyejukkan masuk lewat celah-celah jendela kamarku. Tapi, sinar matahari pagi yang sehat ikut masuk lewat jendela menghangatkan.
   Aku bergegas untuk mandi. Lalu, sarapan dan saat yang tidak bisa ditunggu… BERANGKAT SEKOLAH! Aku mengantungi nomor itu untuk kutunjukkan pada VaRaByASha Six. Setelah aku izin pada mama, aku dan papa berangkat. Mobil kami meluncur menuju ke sekolahanku dulu, baru ke kantor papa.
   Dengan cepat, mobil tiba di depan gerbang sekolah. “Dah paa! Sekolah dulu ya pa.. hati-hati kerjanya..” kataku dan menutup pintu mobil.
   “BA!” Sharon mengagetiku dari balik gerbang.
   “Ihhh Sharon! Kamu bikin aku kaget tau!” kataku kesal. Sharon semakin geli, jadi, kekesalanku reda.
   “Oke… aku sudah mendapatkan sebuah nomor yang bagus. Coba kita campurkan nomor-nomor kita,” aku semakin tidak sabar. Sampai Austin mengeluarkan note book dan mencatat nomor-nomor kami.
   “Nomornya ketemu! Ini! 081472380986.” VarabyaSha bergiliran melihat nomornya lebih jelas, siapa tahu ada usul karena nomornya keliahatan berbahaya.
   Akhirnya, mereka mencoba nomor itu.
   “Halo..” kata suara yang disana. Kami menahan tawa, betapa lucunya suara orang itu. Berkata memelas dan sangat lucu.
   “Halo ibu! Mengapa anda mencuri uang di bank kami?” kata Austin mengubah suaranya. Benar-benar terdengar galak.
   “Ehhhh… maaf pak, saya samasekali tidak tahu menahu soal itu. Saya tinggal di pinggiran desa dekat sungai dan sangat miskin..” ibu itu merintih. Kami terkejut, kami ternyata salah orang untuk ditelepon.
   Kami berbisik-bisik untuk menyikapi kesalahan itu. “Hmmm… tutup teleponnya dan tanya alamatnya, berilah bantuan padanya..” bisikku cepat.
   “Baiklah,” ucap Austin pelan. “Baiklah ibu, kalau begitu… dimana alamat anda?” lanjutnya.
   “Di pinggiran Desa Bunga, tepat di pinggir sungai.” Kata ibu itu. Setelah berterima kasih, mereka menutup teleponnya.
   Tiba-tiba.. “Aha! Aku punya ide, bagaimana kalau kita memakai tabungan kita!” ujar Sharon.
   “Setujuuu!!!” kata VaRaBYASha berbarengan.
   Mereka memasukan beras diam-diam ke dalam sebuah wadah, dengan sayur dan lauk yang lengkap untuk persediaan beberapa hari, dengan sedikit uang untuk memenuhi kebutuhan.
   Dengan sepeda berkecepatan tinggi, anak-anak itu membawanya ke rumah ibu itu.
   Setelah di depan rumahnya, Rito memimpin mereka. Ia mengetuk pintu.
   “Permisi bu… kami ingin minta maaf, yang menelpon ibu tadi itu adalah kami. Kami ingin mengerjai orang dan menelponnya. Tapi, kami malah salah orang. Tapi bu, kami punya sedikit bantuan untuk ibu.. ini,” Rito menyerahkan bantuannya.
   Bukannya marah, ibu itu menangis terharu. Dia sangat berterimakasih pada VaRaByASha Six.
   “Terima kasih banyak anak-anak…ibu tidak bisa membalas kalian. Hanya terima kasih itu…” katanya terharu.
   “Tidak apa-apa ibu, kami pamit pulang dulu ya bu…” kata Austin.
   Mereka pulang dengan hati bahagia. Karena sudah menolong orang tentunya. Selain itu, mereka belajar untuk lebih berhati-hati dalam mengerjai orang.
  


   

Comments

Popular Posts